Ternyata Sudah Ada Sejak 1887, Tahukah Anda Siapa Pencipta Narkoba Jenis Sabu?
Provinsi Aceh, Bumi Tanah Rencong kembali dihiasi potret suram peredaran narkotika jenis sabu. Kisahnya pun silih berganti, seakan tak pernah berhenti dan mati. Lantas, mengapa barang haram ini mayoritas dipasok dari China atau Tiongkok?
Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, berhasil menggagalkan peredaran narkoba jenis sabu seberat 165 kilogram di Desa Ujong Drien, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Rabu, 27 September 2023.
Tak sia-sia terbang dari Ibukota Negara Jakarta menuju Bumi Teuku Umar, Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Polisi berhasil menangkap dua warga yang berprofesi sebagai nelayan. Sebab diduga sebagai pemilik barang haram tersebut.
Diduga, sabu 165 kilogram ini akan diedarkan di wilayah Aceh dan sekitarnya.
Hasbi, Kepala Desa Ujong Drien mengaku, berdasarkan informasi yang diperoleh, kedua warga yang diamankan tersebut merupakan dari pengembangan kasus yang dilakukan Subdit Narkotika Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya.
Sabu-sabu, merupakan salah satu jenis narkoba yang “melegenda”. Tak sedikit orang yang bergelut dengannya, entah sebagai pengedar atau sekadar pengguna.
Bahkan, petinggi kepolisian pun sampai terlibat dalam skandal perdagangannya.
Lantas, bagaimana sebenarnya asal-usul penciptaan barang haram ini? Istilah medis dari sabu-sabu adalah metamfetamina (methamphetamine) atau biasa disingkat met atau meth.
Banyak juga istilah lain yang digunakan untuk menyebut sabu, di antaranya crank, crystal glass, crystal meth, tina, cris, cristy, getter, dan speed.
Meth berbentuk seperti pecahan kaca yang mengkilat. Secara kimiawi, met punya kemiripan dengan amfetamin yang merupakan obat bagi penderita attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan mental yang menyebabkan seseorang sulit memfokuskan perhatiannya pada suatu hal.
Sedangkan met merupakan zat sintetis (buatan) yang mencampur amfetamin atau turunannya dengan bahan-bahan kimia tambahan seperti asam aki, produk pembersih, bahkan minyak tanah.
Bahan-bahan tambahan yang “gila” ini digunakan untuk memperkuat efeknya. Umumnya, sabu diproduksi di laboratorium atau pabrik ilegal.
Beberapa efek “menyenangkan” dari sabu bagi para pengguna di antaranya fokus meningkat, rasa percaya diri tinggi, mengurangi kelelahan, hingga perasaan senang itu sendiri.
Namun, sabu juga dapat memberi efek samping berbahaya seperti penurunan berat badan, peningkatan tekanan darah, detak jantung tidak teratur dan cenderung cepat, mual, masalah gigi, hingga hilang ingatan.
Dalam jangka panjang, sabu akan membuat penggunannya mengalami kecemasan berlebih, bersikap agresif, kebingungan, insomnia, paranoid, dan halusinasi secara visual dan suara.
Lalu, bagaimana pula sejarah sabu? Amfetamina untuk penderita ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yang diciptakan pada tahun 1887 oleh seorang ahli kimia Rumania bernama Lazar Edeleanu.
Sedangkan, orang pertama yang meracik amfetamina menjadi sabu atau met adalah Nagai Nagayoshi, seorang ahli kimia asal Jepang, pada tahun 1893.
Tapi, karena proses penciptaan sabu kala itu sangat rumit, barulah pada tahun 1919, kimiawan Jepang lainnya, Akira Ogata, menyempurnakan proses penciptaan met yang lebih sederhana.
Akira membuat met dengan reduksi efedrina (bahan obat flu) dengan menggunakan fosfor merah dan senyawa kimia bernama iodin.
Met banyak digunakan para tentara yang terlibat dalam Perang Dunia II. Tujuannya untuk menambah stamina dan meningkatkan daya tahan tubuh ketika berperang.
Pada tahun 1938-1941, met dipasarkan secara besar-besaran di Jerman dengan merek dagang Pervitin.
Melansir data dari Release UK, kala itu ada sekitar 40 juta pil Pervitin yang diperdagangkan. Obat ini diproduksi oleh perusahaan farmasi bernama Temmler yang berbasis di Berlin.
Pada tahun 1950-an, met dikirim ke Amerika Serikat untuk digunakan para tentara, khususnya bagi mereka yang ikut dalam Perang Korea (1950-1953).
Pada tahun 1960-an, pemerintah AS mulai membatasi peredaran met yang dinilai memberikan efek samping berbahaya. Hal ini membuat produksi met harus dilakukan secara underground atau ilegal. Nah, dari sinilah istilah crystal meth mulai populer.
Tren underground dalam produksi sabu ini mulai merambah ke Inggris dan sejumlah negara Eropa lainnya. Hal ini seiring tren pemakaian sabu yang juga kian populer di tahun 1980-an, yakni dengan cara dihirup atau pun memakai jarum suntik untuk mendapatkan efek yang lebih cepat dan kuat.
Di Indonesia, sabu-sabu termasuk jenis narkoba dengan harga jual termahal.
Mengutip data Badan Narkotika Nasional (BNN) di tahun 2022, sabu dihargai sekitar Rp3,5 juta per gram atau Rp3,5 miliar per kilogram (kg). Di pasaran Indonesia, harga sabu termurah adalah sebesar Rp700 ribu per gram atau Rp700 juta per kg.
Selain sabu, jenis narkoba yang terkenal di Indonesia adalah ekstasi yang punya harga jual paling murah Rp185.000/butir, sedangkan paling mahal berada di angka Rp900.000/butir.
Lalu ada ganja yang punya harga jual Rp1,3 juta per kg. Harga ganja paling mahal adalah Rp100 juta per kg.
Nah, yang tak kalah penting juga muncul pertanyaan, mengapa banyak pasokan narkoba, khususnya sabu-sabu dari China atau Tiongkok?3
Dua nelayan Aceh Barat bersama 165 bungkus sabu-sabu saat ditangkap oleh Tim Polda Metro Jaya, dibantu personil Polres Aceh Barat, Rabu (27/9/2023) sore di Ujong Drien, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat
Sejumlah sumber mengungkap, karena negeri tirai bambu ini memang prekursor atau bahan kimia pembuat narkoba, relatif mudah dijangkau dan didapat.
Ada kewajiban pemerintah di China untuk warganya produktif, termasuk memproduksi prekursor, tapi itu tidak dilarang, karena bahan dasar obat.
Itu sebabnya, karena bahan-bahan kimia yang seharusnya dijadikan dasar untuk membuat obat tidak dilarang di sana, lalu disalah-gunakan menjadi bahan pembuat narkoba. Barang tersebutlah yang sampai ke Indonesia.
Produsen prekursor itu tidak bisa disalahkan, karena memang tidak melanggar aturan, dan niat dasarnya untuk memproduksi bahan dasar obat yang tidak terlarang. Yang patut disalahkan justeru pihak yang menyalahgunakan.
Ibarat pisau, tentu tidak salah jika digunakan dengan baik. Tapi menjadi salah, bila digunakan untuk melukai orang lain.
Untuk membendung masuknya narkoba dari Tiongkok ke Indonesia yang terus membabi buta, BNN memang sudah lama berkordinasi dengan pihak keamanan Tiongkok.
Selain itu berkordinasi juga dengan pihak keamanan dari negara-negara pemasok narkoba, agar barang haram tersebut bisa dicegah masuk ke Indonesia.
Begitupun, faktanya barang haram ini tetap dan terus saja masuk ke Indonesia, dengan jumlah yang tidak sedikit. Apalagi setelah dikelola para kartel atau mafia narkoba lintas negara, yang akrab disebut; jaringan Internasional.***
Comments
Post a Comment