Jika merokok tidak diperbolehkan di surga, saya tidak akan pergi. Pepatah buruk yang artinya “Jika merokok dilarang di surga, saya lebih memilih untuk tidak pergi ke sana”, terucap dari mulut penulis terkenal Samuel Clemens.
Penulis buku terkenal The Tales of Tom Sawyer dan Adventures of Huckleberry Finn merokok sangat banyak sehingga dia memutuskan untuk masuk neraka jika ada tempat bebas rokok di surga. Hal ini tentu saja merupakan sebuah anekdot yang menunjukkan bahwa pria terkenal bernama Mark Twain tidak bisa hidup tanpa rokok. Tidak heran dia merokok setidaknya 22 batang sehari.
Bisa dikatakan rokok adalah segalanya bagi para penggemarnya. Mahalnya biaya yang harus dibayar dan risiko penyakit akibat rokok tidak menyurutkan semangat mereka untuk memilih rokok lintingan tangan.
Ada banyak perusahaan yang beroperasi di bidang ini di berbagai belahan dunia. Tidak hanya produksi tetapi juga impor, distribusi dan 'konektivitas' barang (misalnya anggur) telah meluas dan sepertinya pasarnya bagus.
Banyak masyarakat Indonesia yang tidak mau mengikuti produk tersebut. Hanya ada empat tempat di nusantara yang menawarkan cerutu, dan semuanya berlokasi di Jakarta.
Roy Kurniawan Laksono dengan cepat memanfaatkan minimnya pemain di industri tembakau. Pria 29 tahun yang sebelumnya bekerja di bidang keuangan ini melihat ada potensi pasar di perusahaannya. Roy yang membawa bendera Cerutu Kuba Indonesia kini menjadi salah satu pemain terbesar di industri cerutu. Berbeda dengan pemain lain yang menjangkau perokok yang membuka kafe khusus untuk bersenang-senang, Roy telah membuka pasar baru untuk pemasaran rokok melalui Internet, yang dikenal sebagai Internet di Indonesia.
Ketertarikan Roy pada industri tembakau bermula dari kecintaannya terhadap rokok. “Awalnya teman saya mengajak saya merokok. Akhirnya perlahan saya mulai menikmatinya. “Roy harus pergi ke area merokok sebelum mulai merokok,” ujarnya. “Lama-lama saya bosan pergi ke kafe dan menikmati rokok,” ujarnya. "Akhirnya lahirlah ide untuk membuka toko online khusus pembelian rokok. Roy mengatakan, kepercayaan dirinya terjun ke bisnis ini karena minimnya pemain di industri ini. “Setiap kali saya berbisnis, saya mencari yang memiliki jumlah pemain paling sedikit,” katanya. Ia meyakini, selain tidak memiliki banyak pesaing, bisnis ini juga menghadirkan tantangan.
Ia percaya bahwa peraturan yang lebih ketat terhadap barang konsumsi, termasuk tembakau, adalah sebuah peluang. “Karena ada pembatas masuk, tidak semua orang bisa bermain. Dan saya merasa senang karena saya tahu cara mengatasi masalah ini,” kata pria asal Malang ini. Roy mengaku tak memerlukan modal besar saat memasarkan bisnisnya secara online. Dia berkata: “Saya hanya menyediakan webmaster, webmaster dan beberapa staf, administrasi dan akuntansi.” Bandingkan dengan pemain lain di industri ini yang rata-rata membuka kafe atau toko di lokasi terkemuka seperti Plaza Indonesia, Gedung Bursa Indonesia, atau Hotel Shangri-La. Di Jakarta.
berkata: "Jika saya membuka kafe khusus merokok di tempat seperti ini, uangnya akan lebih banyak." Kalau dihitung-hitung, sewa bulanan di tempat-tempat di atas bisa berkisar antara Rp 50 juta hingga Rp 100 juta. “Sewa tanah di internet murah sekali, bisa dibilang tidak ada,” candanya.
Selain biaya sewa tempat, jumlah karyawan yang tersedia tidak mencukupi untuk membuka toko khusus. Roy mengaku perusahaannya dijalankan oleh kurang dari sepuluh karyawan. Sepuluh orang yang menjalankan perusahaan tembakau ini kini dapat menjual hingga 1.000 batang rokok sebulan.
Menurut Roy, keuntungan lain berbisnis tembakau secara online adalah bisa menampilkan seluruh produk dan jenis rokok yang ada di pasaran.
“Kalau saya punya toko, pasti saya kesulitan memajang rokok saya,” ujarnya. Hal ini bisa dimaklumi, karena menyembunyikan rokok bukanlah tugas yang mudah. Cerutu yang harganya antara Rp50.000 hingga Rp4 juta per batang ini bisa rusak jika digunakan secara tidak benar.
Roy mengaku dalam produk online-nya bahwa ia tidak pernah merasa perlu menyetok tembakau jenis apa pun saat memulai bisnisnya. “Awalnya saya punya stok rokok yang cepat terjual. “Bagi yang tidak membutuhkan, akan saya berikan setelah saya terima pesanannya,” ujarnya sambil mengaku kini memiliki toko yang menjual segala jenis rokok.
Terlepas dari segala kelebihannya, Roy yakin bisa menjual cerutunya dengan harga yang sangat kompetitif, bahkan lebih murah dibandingkan pemain lain.
Selain mengurangi modal, Roy juga mengaku menggunakan berbagai taktik bisnis untuk menekan biaya produksi. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi saluran distribusi. Meskipun pedagang tembakau biasanya harus melalui Hong Kong untuk mengimpor tembakau, Roy mengimpornya langsung dari banyak pedagang di Swiss. “Jalur distribusi produknya dari Kuba ke Swiss, lalu Hong Kong, dan kemudian Indonesia. “Tapi saya bisa mengklaim kehormatan ini langsung dari Swiss,” ujarnya.
Namun berbisnis lewat media online tidak semudah yang Anda bayangkan. Salah satu tantangan yang dihadapi Roy adalah tidak banyak instrumen pembayaran yang dapat dipercaya oleh kedua belah pihak.
Di negara maju, pembayaran online dilakukan menggunakan pemrosesan kartu kredit, alat yang digunakan untuk memproses kartu kredit. Lisensi penggunaan perangkat ini belum dikeluarkan di Indonesia. “Kami hanya melakukan transaksi transfer uang,” kata Roy. Cara ini jelas tidak hemat biaya bagi sebagian pengguna karena rawan kesalahan. (*)
Comments
Post a Comment